Penentuan Kadar Protein Darah (Metode Biuret), Penentuan Kadar Protein Urine dan Kolesterol Darah

  
 Penentuan Kadar Protein Darah (Metode Biuret)

Metode Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat didentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan kosentrasi protein dan tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasrnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat. Hal-hal yang mengganggu percobaan ini adalahadanya urea (mengandung gugus -CO-NH-) dan gula preduksi yang bereaksi dengan CU2+

D. Alat dan bahan :
1.Tabung reaksi
2.pipet
3.Spektronik 20
4.Reagen
5.Larutan standar protein

E. Langkah kerja :
1. Pembuatan kurva standard
Mengambil 5 tabung reaksi , masing-masing diisi dengan 1 ml larutan standard protein dengan kadar : 1 mg, 2 mg, 3 mg, 5 mg, 7mg per ml protein.
Menambah 4 ml biuret ke dalam masing-masing tabung, lalu dikocok.
Tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit hingga terbentuk warna ungu yang stabil.
Ukur absorbansi masing-masing larutan pada tabung reaksi, pada panjang gelombang 520 nm dengan spektronik 20.


2. Penetapan absorbansi larutan blanko dengan sampel
Mengambil 2 tabung reaksi, tabung I diisi 1 ml aquades dan tabung II diisi 1 ml sampel.
Menambah 4 ml biuret kedalam masing-masing tabung, lalu dikocok.
Tabung diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit hingga terbentuk warna ungu yang stabil.
Ukur absorbansi masing-masing larutan pada tabung reaksi, pada panjang gelombang 520 nm dengan spektronik 20

E. Data Pengamatan
Konsentrasi larutan standard
Absorbansi
1 mg/ml
063
2 mg/ml
109
3 mg/ml
102
5mg/ml
161
7mg/ml
220

Blanko
058
Sampel
200

F. Tugas
1. Buatlah kurva standart konsentrasi vs absorbansi, demngan bantuan kurva standart tersebut tentukan kadar protein sampel !

2. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap pereaksi Biuret, jelaskan !
Ya, karena Biuret merupakan salah satu cara yang terbaik untuk menentukan kadar protein suatu larutan. Dalam larutan basa, Cu2+ akan membentuk kompleks dengan ikatan peptida suatu protein, sehingga menghasilkan warna ungu yang dapat didentifikasi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520nm. Absorbansi ini berbanding langsung dengan kosentrasi protein dan tidak tergantung jenis protein karena seluruh protein pada dasrnya mempunyai jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat.

Percobaan 2
A. Judul : Pengaruh suhu dan konsentrasi enzim tehadap aktivitas enzim.
B. Tujuan : Membuktikan bahwa suhu dan konsentrasi enzim mempengaruhi aktivitas enzim.
C. Pengantar :
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah suhu, pH, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat. Suhu yang sangat rendah akan menyebabkan terhentinyakeja enzim secara reversibel, karena keadaan tersebut tidak tumbukkan antara partikel E dengan S produk tidak terbentuk. Bila suhu dinaikkan sedikit demi sedikit akan terjadi tumbukkan dan terjadi kompleks ES shingga terbentuk produk. Tetapi suhu yang lebih tinggi dari suhu optimum dapat menyebabkan enzim terdenaturasi sehingga tidak akan terbentuk kompleks ES karena enzim terdenaturasi.
Pada konsentrasi substrat tertentu, penambahan enzim dengan konsentrasi bertingkat akan meningkatan jumlah kompleks ES sehingga jumlah produk yang terbentuk juga meningkat.

D. Alat dan bahan:
1.Air liur sebagai sumber amilase.
2.Larutan pati 0,4 mg/ml.
3.Larutan Iodium.
4.Peralatan gelas.
5.Penangas air.


E. Langkah kerja:
1. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim
Mengencerkan air liur 100X dengan aquades (1 ml : 99 ml aquades ).
Siapkan 8 tabung reaksi ( 4 tabung untuk uji dan 4 tabung untuk blanko ).
Masing-masing tabung diisi dengan 1 ml larutan pati.
Masing-masing tabung ditempatkan dalam.
1.Suhu es : 1 tabung uji dan 1 tabung blanko.
2.Suhu kamar : 1 tabung uji dan 1 tabung blanko.
3.Suhu 37oC : 1 tabung uji dan 1 tabung blanko
4.Suhu 100oC : 1 tabung uji dan 1 tabung blanko.
Selama 5 menit.
Tabung untuk blanko, masing-masing ditambah dengan 1 ml aquades.
Tabung untuk uji, masing-masing ditambah dengan 0,2 ml enzim ( air liur yang diencerkan 100 X).
Lalu ke 8 tabung tersebut didiamkan selama10 menit.
Setelah 10 menit, tambahkan pada masing-masing tabung 1 ml larutan Iodium.
Dan yang terakhir tambahkan pada masing-masing tabung 8 ml aquades.
Pada masing-masing tabung masukkan larutan seperti dalam tabel berikut :

LARUTAN
TABUNG B
TABUNG U
Larutan Pati
1 mL
1 mL
Biarkan masing-masing tabung dari tiap suhu minimal 5 menit
Larutan Enzim (pengenceran 100X)
0.2 aquades
Enzim0.2 mL
Campurkan dengan baik dan biarkan selam 10 menit
Larutan Iodium (untuk suhu 60oC dan 100o dilakukan di luar penangas)
1 mL
1 mL
Aquades
8 mL
8 mL

Lalu baca absorbansinya pada panjang gelombang 680 nm.

Suhu
AB
AU
A/menit(v)
0oC
0,283
006
0,277
Suhu ruang
0,236
019
0,217
37oC
0,270
014
0,256
100oC
0,215
001
0,214

Buatlah kurva antara suhu dengan kecepatan reaksi enzimatik ( A/menit)
2.Pengaruh konsentrasi enzim terhadap aktivitas enzim.
Mengencerkan air liur 100X, 200X, 300X, 400X, dan 500X.
Menyiapkan 10 tabung reaksi(4 untuk uji dan 4 untuk blanko).
Masing-masing tabung diisi dengan 1 ml larutan pati.
Lalu ke 10 tabung tersebut ditempatkan dalam suhu 37oC selama 10 menit.
Setelah 10 menit, semua tabung untuk blanko ditambah aquades 0,2 ml.
Dan tabung uji masing-masing:
1 tabung uji ditambah enzim ( air liur yang diencerkan 100X ).
- 1 tabung uji ditambah enzim ( air liur yang diencerkan 200X ).
- 1 tabung uji ditambah enzim ( air liur yang diencerkan 300X ).
- 1 tabung uji ditambah enzim ( air liur yang diencerkan 400X ).
- 1 tabung uji ditambah enzim ( air liur yang diencerkan 500X).
Kemudian didiamkan selama 1 menit.
Setelah 1 menit, pada masing-masing tabung tanbahkan 1 ml larutan Iodium dan 8 ml aquades.

LARUTAN
TABUNG B
TABUNG U
Larutan Pati
1 mL
1 mL
Biarkan masing-masing tabung pada suhu 37oC minimal 10 menit
Larutan enzim (pengenceran 100x - 500x)
-
0.2 mL
Campurkan dengan baik dan biarkan selama 1 menit
Larutan Iodium
1 mL
1 mL
Aquades
8 mL
8 mL

Larutan tersebut dikocok, kemudian dilihat absorbansinya pada panjang gelombang 680 nm dengan spektronik.

Suhu
AB
AU
A/menit (v)
500X
0,290
0,197
0,093
400X
0,281
0,296
-0,015
300X
0,280
0,274
-0,004
200X
0,269
0,242
0,027
100X
0,227
0,227
0,018

Buatlah kurva antara konsentrasi atau pengenceran enzim dengan kecepatan enzimatik
( A/menit)
Percobaan 3

A. Judul : Penentuan Kadar Glukosa Darah
B. Tujuan : Menentukan kadar glukosa darah.
C. Pengantar :
Glukosa darah akan mereduksi ion Cu2= dalam suasana basa yang hasil reduksinya akan bereaksi dengan arsenomolibdat menghasilkan warna biru. Larutan ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum yaitu 660 nm. Dengan menggunakan Hukum Lambert-Beer konsentrasi glukosa dalam darah akan ditentukan. Hukum Lambert-Beer menyatakan:
A = k x C x l
Dimana:
A = absorbansi
k = koefisien ekstingsi molar larutan
l = tebal kuvet
C = konsentrasi sampel
berdasarkan hukum Lambert-Beer, serapan cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi.
Konsentrasi glukosa dalam darah merupakan faktor yang sangat penting untuk kelancaran kerja tubuh. Kadar normal glukosa dalam darah adalah 70-90 mg/100 ml. Keadaan dimana kadar glukosa berada dibawah 70-90 mg/ 100 ml disebut glipohisemia sedangkan diatas 70-90 mg/100 ml disebut hiperglisemia.
D. Alat dan bahan :
1.Spektronik 20
2.Peralatan gelas
3.Sentrifuse
4.Larutan Ba(OH)2
5.Larutan standard glukosa
6.Pereaksi arsenomolibdat
7.Larutan Cu Alkalis
8.Larutan ZnSO4.7H2O 5%
E. Langkah kerja:
1. Deproteinasi filtrat darah
Mengambil 2 tetes darah (0,1 ml), masukkan kedalam tabung sentrifuse yang berisi 1,90 ml aquades dan canpurkan dengan baik.
Kedalam tabung tersebut tambahkan 1,50 ml Ba(OH)2, aduk hingga rata.
Tambahkan 1,50 ml ZnSO4 5%, campurkan dengan baik dan biarkan selama 5 menit.
Setelah 5 menit, lalu disentrifuse selama 30 menit.
Lakukan dekantasi dan filtratnya merupakan filtrat darah yang bebas protein.
Filtrat siap diuji selanjutnya.
2. Penentuan kadar glukosa darah
Pipet 1 ml filtrat darah bebas protein, masukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan 1 ml pereaksi Cu Alkalis
Masukkan kedalam air mendidih selama 20 menit, kemudian masukkan kedalam air dingin
Lalu tambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat dan setelah itu aduk dengan baik sampai rata
Baca absorbansinya dengan alat spektronik 20 pada panjang gelombang 660 nm
3. Pembuatan kurva standard
Pipet masing-masing 1 ml larutan glukosa dengan konsentrasi 0,01 mg/ml; 0,02 mg/ml; 0,03 mg/ml; 0,04 mg/ml; 0,05 mg/ml masukkan kedalam tabung reaksi dan tambahkan 1 ml pereaksi Cu Alkalis
Masukkan ke dalam air mendidih selama 20 menit kemudian masukkan ke dalam air dingin
Tambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat, aduk sampai rata
Lalu baca absorbansinya dengan alat spektronik 20 pada panjang gelombang 660 nm

4. Larutan blanko
Pipet masing-masing 1 ml aquades masukkan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 1 ml pereaksi Cu Alkalis
Masukkan ke dalam air mendidih selama 20 menit kemudian masukkan kedalam air dingin
Tambahkan 1 ml pereaksi arsenomolibdat, aduk dengan baik sampai merata
Baca absorbansinya dengan alat spektronik 20 pada panjang gelombang 660 nm

F. Data Pengamatan
Konsentrasi larutan
Absorbansi
0,01 mg/ml
0,171
0,02 mg/ml
0,178
0,03 mg/ml
0,186
0,04 mg/ml
0,250
0,05 mg/ml
0,296

Larutan
Absorbansi
Sampel
0,617
Blanko
0,078



G. Tugas:
1.Tentukan kadar glukosa darah dalam mg glukosa/100ml
70 – 90 mg / 100ml kadar glukosa
2.Apa fungsi pendidih pada percobaan di atas, jelaskan !
Fungsi pendidih pada percobaan di atas adalah untuk mempercepat reaksi, karena dengan suhu yang tinggi maka reaksi akan lebih cepat terjadi.
3.Jelaskan peranan hormon insulin dalam proses pengturan kadar glukosa darah !
Hormon insulin berperan mengaktifkan enzim yang berperan dalam proses glikolisis dan glikogenesis, serta menghambat kerja enzim yang berperan dalam glukoneogenesis.

Percobaan 4
A. Judul : Percobaan oksidasi biologi
B. Tujuan : Membuktikan bahwa di dalam sel ragi terjadi reaksi oksidasi karbohidrat menjadi CO2 dalam keadaan anaerob.
C. Pengantar :
Reaksi oksidasi merupakan peristiwa kehilangan elektron atau kehilangan hidrogen, sehingga disebut juga reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi. Contohnya pada oksidasi glukosa menjadi CO2, air dan energi. Proses oksidasi ini bisa terjadi dalam keadaan aerob maupun anaerob. Pada keadaan anaerob reaksi berlansung tanpa adanya oksigen. Contohnya proses peragian karbohidrat oleh sel Sacharomyces cereviseae. Karbohidrat seperti pati, skrosa, glukosa dll dapat diuraikan dalam keadaan anaerob oleh enzim-enzim dalam ragi menjadi CO2 dan etanol. Reaksi yang terjadi adalah :

enzim
Karbohidrat etanol + CO2

Anaerob
D. Alat dan bahan :
1.ragi roti
2.larutan pati, sukrosa, glukosa, dan laktosa (kosentrasi 2 %)
3.tabung peragian

E. Cara kerja :
1.menimbang 1 gram ragi
2.memasukkan ragi tersebut ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 14 ml larutan karbohidrat (pati)
3.setelah itu, larutan tersebut diaduk sampai rata
4.tuangkan suspensi tadi ke dalam tabung peragiian dan tabung di balik, sehingga ujung lengan tertutup terisi penuh
5.balikkan tabung kembali dan lengan tertutup tersebut harus tetap terisi
6.lengan yang tidak tertutup, ditutup dengan kertas aluminium. Biarkan satu setengah jam.
7.Peragian ditandai dengan :
a)bau etanol (seperti tapai)
b)gelembung CO2 di ujung lengan tertutup. Dibuktikan lebih lanjut dengan cara kimia yaitu dengan menambahkan naoh ecer sampai penuh kemudian ditutup dengan ibu jari, maka akan terasa isapan pada ibu jari bila tabung dibalik-balikkan.

F. Hasil dan pengamatan :
Larutan karbohidrat
Bau etanol
CO2
Isapan ibu jari
Pati



Sukrosa



Glukosa



Laktosa


-

G. Tugas :
1.Tuliskan reaksi peragian glukosa (lengkap dengan koeisien)
C6H12O6 + Khamir/Ragi ditutup C2H5OH + CO2

2.Tuliskan reaksi pembuktian CO2 dengan NaOH !
4C2­H5OH + 4NaOH + 13 O2 4NaCO3 + 14 H2O + 4CO2

3. Jelaskan mengapa terjadi isapan ibu jari pada penambahan NaOH !
Karena saat penambahan NAOH gelombang CO2 di ujung lengan tertutup ibu jari






LAPORAN
PRAKTIKUM BIOKIMIA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
S1 KEPERAWATAN
MOJOKERTO
2008

PERCOBAAN 2
Pengaruh Suhu dan Kontraksi Enzim Terhadap Aktivitas Enzim
Kurva
Absorbansi Blanko


100C0
37C0
Suhu ruang
00
200 215 230 245 260 285 300


Absorbansi Uji


100C0
37C0
Suhu ruang
00
5 10 15 20 25








Penentuan Kadar Glukosa Darah
Kurva Standart

0,05

0,04

0,03

0,02

0,01

0,5 175 0,100 0,150 185 0,200 0,250 255 0,300

Penentuan kadar bilirubin darah

BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Penentuan kadar bilirubin darah
C. Tujuan
1. Mengukur kadar bilirubin total, bilirubin direct dan bilirubin indirect.
2. Menjelaskan nilai normal enzim amilase dalam darah serta nilai patologis dari hasil praktikum.
3. Melakukan diagnosa dini penyakit apa saja yang ditandai oleh hasil aktivitas abnormal (patologis) melalui bantuan hasil praktikum yang dilakukan.
D. Dasar Teori
Pada manusia dewasa, 1-2 x 108 eritrosit dihancurkan tiap jamnya. Ketika hemoglobin dihancurkan dalam tubuh, globin diuraikan menjadi asan amino pembentuknya yang kemudin akan digunakan kembali, sedangkan zat besi dari heme akan memasuki depot yang juga akan dipakai kembali. Bagian porfirin dalam heme juga diuraikan, terutama di dalam sel – sel retikuloendotel hati, limpa dan sumsum tulang. Katabolisme heme dari semua protein heme terjadi di dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotel oleh sebuah sistem enzim yang dinamakan heme oksigenase. Adanya bantuan NADPH mengakibatkan penambahan oksigen pda jembatan α-metenil antara pirol I dan pirol II porfirin, sehingga besi fero teroksidasi menjaid bentuk feri. Ion feri ini akan dilepaskan, dan bliverdin terbentuk akibat pemecahan cincin tetrapirol. Pada mamalia, enzim biliverdin reduktase akan mereduki jembatan metenil antara pirol III dan pirol IV menjadi gugus metilen untuk menghasilkan bilirubin, yaitu suatu pigmen berwarna kuning.
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin dapat ditingkatkan oleh pengikatan non-kovalen dengan albumin. Dalam 100 ml plasma kurang lebih 25 mg bilirubin dapat diikat erat oleh albumin. Bilirubin selanjutnya diangkut ke hati. Hepatosit kemudian akan mengubah bilirubin bentuk  polar dengan penambahan satu molekul asam glukoronat (konjugasi) sehingga terbentuk bilirubin terkonjugasi. Apabila bilirubin mencapai ileum termialis dan usus besar, bilirubin akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen,. Urobilinogen yang sebagian besar tidak berwarna, selanjutnya akan teroksidasi menjadi zat berwarna (sterkobilin) dan disekresikan ke dalam feses. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg biliruin. Pembentukan bilirubin setiap hari pada manusia dewasa kurang lebih berjumlah 250 – 35- mg yang terutama berasal dari hemoglobin. Namun demikian, bilirubin dapat juga berasal dari proses eritropoesis yang tidak efektif dan dari berbagai protein heme lainnya seperti sotokrom P-450.
E. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Spuit 3 cc
b. Torniquet 1 buah
c. Eppendorf 1 buah
d. Rak tabung reaksi 1 buah
e. Mikropipet 10-100 l 1 buah
f. Mikropipet 100-1000 l 1 buah
g. Blue tip 1 buah
h. Yellow tip 1 buah
i. Kuvet 4 buah
j. Spektrofotometer
k. Sentrifugator
2. Bahan
a. Reagen T-Bil 2 cc
b. Reagen T-Nit 40 µl
c. Reagen D-Bil 2cc
d. Reagen D-Nit 40 µl
e. Serum darah 200 l
f. Alkohol 70%
F. Metode Pemeriksaan
Metode Jendrassik-Grof
G. Cara Kerja
1. Persiapan sampel:
a. Darah diambil menggunakan spuit kira-kira sebanyak 3 cc.
b. Darah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf  dan disentrifuge dengan kecepatan  4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil serumnya untuk sampel.
2. Pemeriksaan bilirubin total:
a. 2 kuvet disiapkan untuk wadah blanko dan sampel yang akan diukur pada spektrofotometer
b. Reagen T-Bil sebanyak 1cc dimasukkan kedalam kuvet blanko
c. Reagen T-Bil 1 cc dan T-Nit 40 µl dimasukkan kedalam kuvet sampel
d. Kedua kuvet tersebut diinkubasi selama 5 menit
e. 100 µl serum darah dimasukkan kedalam masing-masing kuvet tersebut
f.  Kedua kuvet diinkubasi selama 10 menit
g. nilai kadar bilirubin dibaca total dengan spektofotometer
3. Pemeriksaan bilirubin direct:
a. 2 kuvet disiapkan untuk wadah blanko dan sampel yang akan diukur pada spektrofotometer
b. Reagen D-Bil sebanyak 1cc dimasukkan kedalam kuvet blanko
c. Reagen D-Bil 1 cc dan D-Nit 40 µl dimasukkan kedalam kuvet sampel
d. Kedua kuvet tersebut diinkubasi selama 2 menit
e. 100 µl serum darah dimasukkan kedalam masing-masing kuvet tersebut
f.  Kedua kuvet diinkubasi selama 5 menit
g. nilai kadar bilirubin dibaca total dengan spektofotometer
H. Nilai Normal
Pengukuran
Nilai normal
Bilirubin total
0-1 mg/dl
Bilirubin direct
0-1,2 mg/dl
Bilirubin indirect
0,2-0,7 mg/dl
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Probandus        :  Ester Moryaan
Umur        :   19 tahun
Jenis kelamin        :   Perempuan
1. Bilirbin Total
Blanko                                      Sample
T- Bil 1 cc                                  T-Bil 1 cc, T – Nit 40µL
Diinkubasi selama 5 menit
Blanko dan sample ditambah serum 100µL
Inkubasi lagi 10 menit
Di baca pada spektofotometer
2. Biliribin Direct
Blanko                                      Sample
D – Bil 1cc                         D – Bil 1 cc, D – Nitrat 40µL
Diinkubasi selama 2 menit
Blanko dan sample ditambah serum 100µL
Inkubasi lagi 5 menit
Di baca pada spektofotometer
B. Hasil Pengukuran
Pengukuran
Hasil
Nilai normal
Bilirubin total
0 mg/dl
0-1 mg/dl
Bilirubin direct
1 mg/dl
0-1,2 mg/dl
Bilirubin indirect
-1 mg/dl
0,2-0,7 mg/dl
C. Pembahasan
Kadar bilirubin indirect probandus pada praktikum kali ini memberikan nilai yang tidak normal, yaitu -1 mg/dl, namun ini belum dapat dikatakan bahwa terdapat ketidaknormalan pada serum probandus. Hal ini bisa saja terjadi karena ada kemungkinan terdapat kesalahan yang dilakukan oleh praktikan ketika melakukan praktikum atau kesalahan alat spektrofotometer dalam proses pembacaan hasil.
Hemoglobin dihancurkan di dalam tubuh menjadi heme dan globin. Globin diuraikan diuraikan menjadi asam amino pembentuknya yang kemudian akan digunakan kembali dan zat besi dari heme akan memasuki depot zat besi yang juga untuk pemakaian kembali. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan, terutama di dalm sel-sel retikuloendotelial hati, limpa, dan sumsum tulang.
Katabolisme heme dari semua protein heme dilaksanakan di dalam fraksi mikrosom sel retikuloendotelial oleh sebuah sistem enzim yang kompleks yang dinamakan heme oksigenase. Pada saat heme pada protein heme mencapai sistem heme oksigenase, zat besi biasanya sudah teroksidasi menjadi bentuk feri yang merupakan hemin. Sistem heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat. Sistem ini terletak sangat dekat dengan system pengangkutan electron mikrosom. Hemin direduksi dengan NADPH, dan dengan bantuan lebih banyak NADPH, oksigen ditambahkan pada jembatan α-metenil antara pirol I dan II porfirin. Besi fero sekali lagi teroksidasi menjadi bentuk feri. Dengan penambahan lebih lanjut oksigen, ion feri dilepaskan, kemudian karbon monoksida dihasilkan, dan biliverdin IX-α dengan jumlah ekuimolar terbentuk dari pemecahan cincin tetrapirol. Kemudian enzim biliverdin reduktase mereduksi jembatan metenil antara pirol III dan pirol IV menjadi gugus metilen untuk menghasilkan bilirubin IX-α.
Bilirubin yang terbentuk dijaringan perifer akan diangkut ke hati oleh albumin plasma. Metabolisme bilirubin lebih lanjut terutama di hati. Peristiwa metabolisme ini dapat dibagi menjadi tiga proses, yaitu :
a. Ambilan bilirubin oleh sel parenkim hati
b. Konjugasi bilirubin dalam reticulum endoplasma halus
c. Sekresi bilirubin terkonjugasi ke dalam empedu
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan air, tetapi kelarutan bilirubin dalam plasma ditingkatkan oleh pengikatan nonkovalen dengan albumin. Setiap molekul albumin mempunyai satu tapak dengan afinitas tinggi dan satu tapak dengan afinitas rendah untuk pengikatan bilirubin. Di hati, bilirubin dilepaskan dari albumindan diambil pada permukaan sinusoid hepatosit oleh sistem saturable yang diperantarai oleh zat pembawa. Sistem pengangkutan yang difasilitasi ini mempunai kapasitas yang sangat besar sehingga sekalipun pada keadaan patologik, sistem tersebut tidak membatasi kecepatannya dalam metabolisme bilirubin.
Bilirubin bersifat nonpolar dan akan bertahan didalam sel. Hepatosit akan merubah bilirubin menjadi bentuk polar yang dapat dieksresikan dengan mudah ke dalam empedu dengan penambahan molekul asam glukoronat pada bilirubin tersebut. Proses ini dinamakan konjugasi dan dapat memakai molekul polar yang bukan asam glukoronat (misal, sulfat).hati mengandung sedikitnya dua buah isoform enzim glukoronosiltransferase yang keduanya bekerja pada bilirubin. Enzim ini terutama terdapat dalam reticulum endoplasma halus dan menggunakn UDP-asam glukoronat sebagai donor glukoronosil. Bilirubin monoglukoronida merupakan intermediate dan selanjutnya akan dikonversikan menjadi bentuk diglukoronida. Sebagian besar bilirubin yang diekskresikan ke dalam empedu dalam bentuk bilirubin diglukoronida.
Sekresi bilirubin terkonjugasi kedalam empedu terjadi melalui mekanisme pengangkutan yang aktif, yang mungkin bersifat membatasi kecepatan bagi keseluruhan proses metabolisme bilirubin hepatik. Dalam keadaan fisiologis, pada hakekatnya seluruh bilirubin yang diekskresikan ke dalam empedu berada dalam bentuk terkonjugasi.
Setelah bilirubin-terkonjugasi mencapai ileum terminalis dan usus besar, glukuronida dilepaskan oleh enzim bakteri yang spesifik (enzim β-glukuronidase), dan pigmen tersebut  selanjutnya direduksi oleh flora feses menjadi sekelompok senyawa tetrapirol tidak berwarna yang dinamakan urobilinogen. Di ileum terminalis dan usus besar, sebagian kecil urobilinogen diserap kembali dan diekskresikan kembali lewaat hati untuk menjalani siklus urobilinogen enterohepatik. Pada keadaan abnormal, khususnya jika terbentuk pigmen empedu yang berlebihan atau jika ada penyakit hati yang mengganggu siklus entero hepatik ini, urobilinogen dapat pula diekskresikan ke dalam urine. Normalnya, sebagian besar urobilinogen tidak berwarna yang terbentuk di dalam kolon akan teroksidasi oleh flora feses menjadi urobilin (senyawa berwarna) dan diekskresikan ke dalam feses.
Bilirubin indirect merupakan bilurubin bebas (tak terkonjugasi) yang sedang dalam perjalanan menuju hati dari jaringan, tempat bilirubin tersebut dihasilkan melalui pemecahan porfirin heme. Bilirubin jenis ini tidak larut dalam air. Di hati, bilirubin bebas akan berkonjugasi dengan asam  glukoronat dan kemudian konjugatnya (bilirubin glukoronida), bisa diekskresikan ke dalam empedu. Bilirubin tersebut dapat larut dalam air dan selanjutnya disebut dengan bilirubin terkonjugasi (bilirubin direct). (Murray, 2003)
Bila darah mengandung bilirubin dalam jumlah besar, sklera (bagian yang putih dari bola mata) dan kulit akan berwarna kekuningan karena bilirubin diikat oleh protein jaringan. Keadaan ini sangat penting untuk dikenali, dan disebut ikterus atau sakit kuning. Meskipun ikterus ini sendiri bukan penyakit akan tetapi merupakan suatu gejala dari suatu penyakit yang mendasarinya. Pengukuran kadar bilirubin total di dalam serum, begitu pula unsur-unsurnya (bilirubin bebas dan bilirubin diglukoronida) akan mempunyai nilai diagnostik yang sangat penting. Berbagai penyakit ataupun keracunan yang menyebabkan pemecahan sel-sel darah merah dalam jumlah yang melebihi normal akan memyebabkan pembebasan hemoglobin dalam jumlah besar. Hem yang dilepaskan dari hemoglobin tapi dengan cepat akan diubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi dan dibawa ke hati. Meskipun hati berada dalam keadaan yang sehat, peningkatan aliran bilirubin ini tidaklah dapat diatasi dengan mengolahnya lebih cepat, akibatnya konsentrasi bilirubin ini dalam plasma tidak dapat dipertahankan dalam batas-batas yang lazim. Peningkatan ini terutama ialah pada bilirubin tidak terkonjugasi. Keadaan ini sering terjadi pada bayi baru lahir yang tidak mempunyai kecocokan golongan darah Rhesus (Rh) dengan ibunya. Kadar bilirubin total dapat mencapi 10 atau bahkan 20 kali kadar normal, yang sebagian besar berada dalam bentuk bilirubin bebas. Biasanya bayi ini lahir prematur dan disamping mempunyai masalah hemolisis ini, kerap kali pula kekurangan enzim-enzim yang diperlukan untuk proses pembentukan konjugat diglukoronida tadi. Hal ini terjadi pada keadaan ikterus prehepatik.
Pada kerusakan hati yang tersebar rata, seperti pada hepatitis atau sirosis, sel-sel hati tadi kehilangan sebagian dari kemampuannya menarik bilirubin dari peredaran darah dan mungkin pula kehilangan kemampuan untuk membentuk derivat diglukoronida. Karena itu dalam keadaan seperti ini kadar bilirubin total sering kali naik, disertai kenaikan kadar bilirubin tidak terjonjugasi. Oleh karena sel-sel yang rusak tadi menyebabkan terlepasnya sejumlah bilirubin diglukoronida ke dalam aliran darah, maka kadar senyawa yang terakhir ini pun mungkin pula bertambah. Keadaan ini terdapat pada ikterus hepatik.
Ikterus pascahepatik disebabkan oleh penyakit yang mengganggu perlepasan empedu ke dalam saluran cerna. Akibatnya yang pertama ialah sangat berkurangnya pembentukan urobilinogen sehingga sedikit sekali dari senyawa ini terdapat di dalam urin. Oleh karena pembentukan sterkobilin juga sangat berkurang, tinja penderita akan berwarna putih keabu-abuan. Oleh karena bilirubin terus terbentuk, maka konsentrasi bilirubin total di dalam serum meningkat, terutama disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin terkonjugasi yang terjadi pada tahap awal dari penyakit. Bilirubin terkonjugasi yang meningkat kadarnya ini akan keluar bersama urin, sehingga cairan ini akan berwarna coklat gelap.
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis, seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa keginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan (Montgomery, 1993)
D. Aplikasi Klinis
1.  Sirosis hepatik
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus degeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Etiologi dari sirosis hepatis dapat berupa penyakit infeksi, penyakit keturunan dan metabolik, obat, dan toksin. (Nurdjanah, 2007)
Pada keadaan sirosis, fungsi hepar dalam  metabolisme, sintesis, sekresi, dan ekskresi terganggu. Sebagai contohnya, sintesis albumin terjadi di jaringan hati. Maka pada sirosis akan terjadi gangguan sintesis dan sekresi albumin yang menyebabkan hipoalbuminemia. Keadaan hipoalbuminemia dapat menyebabkan acites, edema perifer dan hiperbilirubinemia. Hiperbilirubeinemia diakibatkan kadar albumin, yang berfungsi membawa bilirubin tak-terkonjugasi dari jaringan perifer ke hepar, tidak mencukupi sehingga bilirubin bebas tersebut berdifusi ke dalam jaringan. Manifestasi klinis dari proses difusi tersebut adalah timbulnya ikterik (Sri Maryani Sutadi, 2004).
2.   Anemia Hemolitik
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah. Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari.  Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya.  Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik. Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:
1. Pembesaran limpa (splenomegali).
2. Sumbatan dalam pembuluh darah.
3. Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun.
4. Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin).
5. Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama limfoma)
6. Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa). (Sylvia, 2006).
BAB III
KESIMPULAN
1. Kadar bilirubin total probandus normal karena kadar bilirubin total sebesar 0 mg/dl.
2. Kadar bilirubin indirek probandus menunjukkan nilai yang tidak normal, yaitu sebesar -1 mg/dl.
3. Aplikasi klinis untuk kadar bilirubin serum adalah :
a. Sirosis hepatik
b. Anemia Hemolitik



Kolesterol Darah
Kolesterol darah adalah salah satu unsur yang paling penting dari darah / tubuh. Kolesterol darah memiliki fungsi tubuh yang berbeda, dan membangun sel-sel sehat. Kolesterol darah merupakan konstituen penting dari dinding sel (membran), dan jika tingkat kolesterol darah turun di bawah normal, dinding sel darah merah (RBC) yang cenderung pecah, sehingga menyebabkan penurunan berat pada hemoglobin (Hb).

Kolesterol terutama berasal dari diet, yaitu dari mentega, ghee (lemak jenuh), kuning telur, makanan non-vegetarian. Makanan laut / ikan berisi konten yang rendah lemak jenuh. Namun, lemak tak jenuh ganda seperti safflower, jagung, bunga matahari, kedelai, dan minyak biji kapas, dll tidak menimbulkan serum kadar kolesterol dalam darah. Ini direkomendasikan baik untuk pencegahan dan pengobatan kolesterol darah tinggi.